A. Sejarah Islam
Kajian Islam terbagi kepada berbagai
bidang ilmu yang antara lain adalah ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu tawhid, ilmu
kalam, dan ilmu fikih. Ilmu kalam membahas tentang Tuhan, rasul-rasul, wahyu,
akhirat, iman dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Ilmu kalam disebut juga
ilmu usuluddin, dan teologi. Dalam mengkaji dan membahas materi ilmu kalam ini
terdapat bermacam-macam cara memahaminya di kalangan umat Islam. Paham yang
lahir dari suatu cara memahami materi ilmu kalam ini dalam bahasa Arab disebur
firqah yang jamaknya firaq. Firqah dalam bahasa Indonesia disebut aliran.
Aliran-aliran dalam ilmu kalam disebut dalam bahasa Arab al-firaq al-Islamiyah.
Untuk aliran dalam fikih disebut mazhab. Namun, belakangan penggunaan
sebutan-sebutan ini sudah tidak terlalu ketat lagi sehingga kata mazhab
kadang-kadang sudah digunakan oleh sementara orang untuk maksud aliran dalam
ilmu kalam. Persoalan yang pertama-tama muncul dalam Islam adalah persoalan di
bidang politik. Waktu Nabi Muhammad Saw. wafat, muncul persoalan siapa yang
berhak menjadi penggantinya sebagai khalifah. Menurut sejarah, Abu Bakar
disetujui menjadi Khalifah pertama. Khalifah kedua, Umar, ketiga Usman,dan
keempat Ali. Terbunuhnya Usman dan naiknya Ali menjadi Khalifah keempat
kemudian menimbulkan masalah.
Pada tahun 37 H, terjadi perang
antara Ali sebagai Khalifah dan Muawiyah sebagai Gubernur Syam. Perang ini
terjadi di Siffin sehingga perang ini dikenal dengan perang Siffin. Karena
pasukan Muawiyah terdesak dan sudah siap untuk mundur, tangan kanannya yang
terkenal licik, Amr ibn al Ash minta berdamai dengan mengangkatkan Al-Quran ke
atas. Para qari di barisan Ali minta agar perdamaian itu diterima Ali. Ali dan
sebagian pengikutnya keberatan. Tapi, karena desakan, akhirnya Ali
menyetujuinya. Disepakati bahwa Abu Musa alAsyari mewakili Ali dan Amr ibn Ash
mewakili Muawiyah. Dengan alasan menghormati orang tua Amr meminta Abu Musa
lebih dahulu berdiri memakzulkan Ali dan kemudian Amr memakzulkan Muawiyah.
Setelah Abu Musa memakzulkan Ali, Amr berdiri mengukuhkan Muawiyah menjadi
Khalifah.
Kekacauan terjadi. Pasukan Ali yang
sejak semula tidak setuju dengan perdamaian tipu itu keluar dari barisan Ali
dan menjadi penentangnya dan sekaligus penentang Muawiyah. Kelompok yang keluar
ini disebut Khawarij. Mereka memandang Ali, Muawiyah, Abu Musa, Amr ibn alAsh
dan orang-orang yang setuju dengan perdamaian yang disebut dalam sejarah
arbitrase sebagai kafir. Tak berapa lama, Khawarij ini pecah pula kepada
beberapa sekte yang antara satu dengan lainnya saling mengkafirkan dan
menghalalkan darahnya. Persoalan kafir pun berkembang. Kalau tadinya kafir itu
berarti orang yang tidak berhukum kepada Al-Quran, maka kemudian pelaku dosa
besar (murtakib alkabirah), yakni pembunuh Usman pun dihukum kafir. Ternyata,
persoalan ini menimbulkan tiga aliran.
Pertama Khawarij yang memandang
pelaku dosa besar kafir. Kedua aliran Murjiah yang memandang pelaku dosa besar
tetap mukmin dan hukumannya ditangguhkan kepada Mahkamah Allah untuk
mengampuninya atau tidak mengampuninya. Ketiga aliran Muktazilah yang memandang
pelaku dosa besar berada di antara dua posisi mukmin dan kafir (almanzilah bain
almanzilatain). Di luar tiga golongan ini, masih tinggal golongan yang
mengikuti paham mayorita sumat.
Islam yang kemudian dikenal dengan
golongan Ahlus Sunnah waal Jamaah. Al Hasan al Basri (w. 110 H) Imam Malik (w.
179 H) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (w. 241 H) adalah di antara tokoh-tokoh Ahlus
Sunnah. Paham Ahlus Sunnah ini kemudian dipertegas oleh Abu al Hasan al Asyari
(w. 330 H).Menurut dia, Allah mengetahui dengan ilmu, hidup dengan hayah,
menghendaki dengan iradah. Ilmu Allah esa dan ta‘alluq (berobjek)
kepada segala yang maklum. Setiap yang wujud dapat dilihat. Karena itu, Allah
dapat dilihat karena Ia wujud. Pelaku dosa besar jika tidak taubat, maka
hukumannya terserah kepada Allah. Manusia mujbar (terpaksa), tetapi Allah memberi
kasab baginya. Alquran adalah kalam Allah yang qadim. Selain Abu al Hasan al
Asy‘ari, dikenal pula Ahmad at Tahawi (322 H) di Mesir dan Abu Mansur
al Maturidi as Samarkandi (333H) yang ketiganya disebut dalam sejarah sebagai
pendiri aliran Sunni. Namun karena antara mereka terdapat juga perbedaan, maka
yang lebih tepat paham mereka dibanggakan kepada masing-masing. Misalnya, paham
Asyariyah, paham Maturidiyah dan paham Tahawiya.
Pendiri paham Mutazilah adalah Wasil
ibn Ats (w. 131 H) di Basrah. Ia adalah murid al Hasan alBasri. Ketika
mendiskusikan hukum pelaku dosa besar, Wasil berdiri dari majlis alHasan dan
pergi ke satu sudut dari Masjid Basrah.Di sana ia berkata bahwa pelaku dosa
besar tidak kafir dan tidak Mukmin, melainkan almanzilah bain almanzilatain
(posisi di antara dua posisi). Sejak itu, paham ini berkembang menjadi satu
aliran. Di atas telah disebutkan pokok ajaran mereka.
Menurut mereka, Al-Quran makhluk,
manusia berbuat dengan kehendaknya sendiri, tidak ada takdir, Tuhan tidak dapat
dilihat, mengutus Rasul wajib bagi Allah. Sebagai pengaruh penggunaan akal yang
semakin besar dalam memahami nas, muncul pula paham Qadariyah dan Jabariyah.
Menurut Qadariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat
(free will and free act). Orang pertama berpaham Qadariyah adalah Mabad
alJuhani yang terbunuh pada tahun 80 H. Menurut Jabariyah, manusia tidak
mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat (predestination atau
fatalism). Orang pertama berpaham Jabariyah adalah Jad ibn Dirham (w. 124 H).
Kemudian, paham ini dikembangkan oleh muridnya Jahm ibn Safwan yang dihukum
mati dan dibunuh pada tahun 127H karena menurut dia sorga dan neraka akan
binasa atau tidak kekal. Sekarang Agus Mustafa lahir di Indonesia membawa paham
Jahm ibn Safwan ini dalam bukunya yang berjudul, Ternyata Akhirat Tidak Kekal.
Pendukung Ali dalam bahasa Arab disebut Syiah Ali. Syiah Ali juga membentuk
aliran yang memiliki paham yang berbeda dengan lainnya. Syiah pun memiliki
sekte-sekte. Ahlus Sunnah pun bermacammacam pula yang pada garis besarnya ada
dua, Salaf atau Salafi dan Khalaf. Paham Salaf diwakili Imam Ahmad ibn Hambal
(w.241 H), Abu al Hasan al Asy‘ari (w. 330 H) dan Syekh Ibn Taimiyah
(w. 728 H), sedang paham Khalaf diwakili al Baqillani (w.403 H) dan al Juwaini
(w. 478 H). Perbedaan pokok antara Salaf dan Khalaf adalah soal takwil.
Takwil berarti memberi makna kepada
nas Alquran dan Hadis dengan makna yang jauh, tidak makna zahirnya. Misalnya,
yadullah diartikan oleh Salaf dengan tangan Allah Khalaf mengartikannya dengan
kekuasaan Allah
Demikianlah lahir dan berkembang
aliran-aliran dalam Islam. Masing-masing berkembang menjadi sekte-sekte.
Sebagian sekte ini masih dalam lingkaran Islam dan sebagian lagi sudah
tergelincir dari Islam. Misalnya,sekte Ajaridah dari Khawarij tidak mengakui
surat Yusuf sebagi bagian dari Alquran. Sebab, menurut mereka cerita porno
tidak layak menjadi isi Kitab Suci Alquran. Sekte Sabaiyah dari Syiah yang
berpendapat bahwa wahyu itu seharusnya diturunkan kepada Ali, tetapi Jibril
tersalah menurunkannya kepada Muhammad Saw. Tentunya paham-paham seperti ini
sudah tergelincir dari Islam.
B. Beberapa Aliran Islam di Indonesia
v
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia
Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah
sebuah organisasi Islam di Indonesia. Pada kurun
waktu 13 Januari 1972 sampai
tahun 1990, organisasi ini bernama LEMKARI. Pada tahun 1990 saat berlangsungnya
Musyawarah Besar LEMKARI ke IV di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, oleh Rudini, Menteri Dalam Negeri saat itu, organisasi ini diubah
namanya menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) dengan alasan agar
namanya tak tertukar dengan Lembaga Karatedo Indonesia yang juga
memakai nama LEMKARI. LDII memiliki perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di
setiap provinsi di Indonesia, 407 DPD Kota/Kabupaten, 4500 Pengurus Cabang (PC)
dan ribuan masjid yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketua Umum
LDII saat ini adalah Prof.Riset.Dr.Ir. KH. Abdullah Syam, MSc. Di dalam
mengajarkan ilmu Alqu'ran dan Alhadits, LDII tidak menggunakan sistim kelas seperti
pada umumnya. Metode penyampaian guru membacakan Al-Quran, mengartikannya
secara kata per kata dan menafsirkannya dengan dasar penafsiran dari hadits
yang berkaitan dan penjelasan beberapa ahli tafsir, misalnya tafsir Ibn Katsir.
Murid-murid mencatat arti kata-per kata di Al-Qurannya dan juga penjelasan
tafsirnya. Untuk AL Hadits cara yang sama diajarkan, dimana guru dan murid
sama-sama memegang hadits yang sama dan melakukan kajian. Hadits yang
dipelajari adalah utamanya hadits kutubussittah (Bukhori, Muslim, Abu Dawud,
Nasai, Timidzi, Ibn Majah) dan juga hadits lainnya seperti Malik al Muatho, dan
musnad Ahmad., disamping itu mereka juga mempelajari himpunan hadit sesuai
temanya, sepeti kitab salat yang berisi tatacara salat sesuai ajaran Nabi
Muhammad yang tertulis dalam beberapa sumber hadits, kitab puasa (shoum), kitab
manasik haji, dan lain-lain. Dengan mempelajari hadits secara langsung dari
kitab aslinya berarti secara langsung mengetahui suatu hadits apakah shohih
atau lemah, sehingga terhindar dari rusaknya ilmu dan amal mereka.
v
Muhammadiyah
Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330
H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya
Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di
Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus
pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan
yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai
Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
Kata
”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata
”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan
jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi
Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia
bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad,
dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah
memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia
sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar
itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada
umumnya.”
v
Nahdlotul
Ulama’
Jauh sebelum
jam’iyah NU berdiri di Indonesia sudah banyak kelompok-kelompok kaum muslimin
di bawaah binaan kyai/ ulama’. Kemampuannya dalam ilmu hadits,
diwarisi dari gurunya, Syekh Mahfudh at-Tarmisi
di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru kepada Syekh
ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping
Syekh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syekh Ahmad Khatib
al-Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah
Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi,
antara KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru.
Yang perlu
ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad
Abduh sedang giat-giatnya melancarkan
gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui,
buah pikiran Abduh itu sangat
mempengaruhi proses perjalanan
ummat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah
dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang
dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah
menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang
belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim tentu saja.
Ide
reformasi Abduh itu ialah pertama mengajak ummat Islam untuk memurnikan
kembali Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya bukan berasal
dari Islam. Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas; dan
ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam
untuk disesuaikan dengan kebutuhan-
kebutuhan kehidupan modern; dan keempat, mempertahankan
Islam. Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin
Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama
dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tanggung jawab
yang lebih besar dalam lapangan sosial,
politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Abduh melancarkan
ide agar ummat Islam melepaskan diri dari
keterikatan mereka kepada pola pikiran para mazhab dan agar ummat Islam
meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Syekh Ahmad
Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, walaupun ia berbeda
dalam beberapa hal. Beberapa santri Syekh Khatib ketika kembali
ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide
Abduh itu. Di antaranya adalah KH Ahmad
Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah.
Tidak
demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh
untuk menyemangatkan kembali Islam, tetapi ia
menolak pikiran Abduh agar ummat Islam melepaskan diri dari
keterikatan mazhab. Ia berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami
maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran al-Qur'an dan
Hadist tanpa mempelajari pendapat-pendapat
para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab.
Untuk menafsirkan al-Qur'an dan Hadist tanpa mempelajari dan
meneliti buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan
pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang
sebenarnya, demikian tulis Dhofier. Dalam
hal tarekat, Hasyim tidak menganggap bahwa semua
bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan
dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam
berhati-hati bila memasuki kehidupan tarekat.
Dalam
perkembangannya, benturan pendapat
antara golongan bermazhab yang diwakili
kalangan pesantren (sering disebut kelompok
tradisional), dengan yang tidak bermazhab
(diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok
modernis) itu memang kerap tidak terelakkan. Puncaknya adalah saat
Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung.
Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok
ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah. Karena
aspirasi golongan tradisional tidak
tertampung (di antaranya: tradisi
bermazhab agar tetap diberi kebebasan,
terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam
Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini
kemudian membentuk Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH Abdullah
Wahab Chasbullah ini bertugas menyampaikan
aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi.
Atas restu Kiai Hasyim, Komite inilah yang pada 31
Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya
kebangkitan ulama.
Setelah
NU berdiri posisi kelompok tradisional
kian kuat. Terbukti, pada l937 ketika beberapa ormas
Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam
Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI
(Majelis Islam A'la Indonesia) Kiai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga
pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah
ada di Indonesia.
v
Ahmadiyah
Gonjang-ganjing Jemaah
Ahmadiyah Indonesia sedang mencapai puncaknya akhir-akhir ini; berbarengan
dengan usia organisasi damai ini yang sedang mencapai 100 tahun, juga
bertepatan dengan 100 tahun Kebangkitan Nasional Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Jemaah Ahmadiyah berada hampir di 190 negara di dunia, termasuk
sudah 83 tahun mereka berada di Indonesia . Di Bulan Mei pada tahun ini, jemaah
Ahmadiyah di seluruh dunia mensyukuri 100 (27 Mei 1908 – 27 Mei 2008) tahun
usia berdirinya Khilafat Akhir Zaman yang di emban oleh komunitas paling sabar
ini. Di dirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad yang mengaku sebagai Al-Masih
Mau’ud-Imam Mahdi-Isa Al-Masih yang di janjikan, di nubuatkan oleh Nabi/Rasul
yang paling mulia seantero dunia Nabi Besar Muhammad Rosulullah SAW di 1400
tahun silam. Di tanggal 26 Mei 1908 Hazrat Mirza Ghulam Ahmad wafat, lalu
sehari kemudian, 27 Mei 1908 di teruskan oleh Khalifah ke satu Hazrat Hakim
Nuruddin, lalu kedua, ketiga, keempat dan sekarang komunitas kerohanian ini di
pimpin oleh Khalifah kelima Hazrat Masroor Ahmad. Komunikasi searah di lakukan
oleh pemimpinnya melalui saluran televisi (MTA- Muslim Televisi Ahmadiyah) yang
dapat di terima dengan jernih melalui teknologi murah antena parabola di
seluruh permukaan bumi, tidak tanggung-tanggung 24 jam penuh tanpa iklan,
mereka memancarkan siaran dengan menyewa 7 (tujuh) satelit di luar angkasa
sana, siapapun dapat melihat perkembangan komunitas ini yang benar-benar
memperlihatkan organisasi Islam yang sejuk, damai dan indah. Di seluruh dunia
komunitas Ahmadiyah mencapai kurang lebih 200 juta orang; hampir sama dengan
penduduk Indonesia . Negara yang paling banyak pengikut ini ada di daerah asal
Hazrat Bilal yaitu di belahan benua Afrika, kemudian di benua Eropa, di
antaranya negara Perancis, Inggris, Belanda, Italia, German; di benua Eropa ini
orang-orang berbondong-bondong mulai melirik Islam yang Rahmatan lil alamin,
di benua Amerika, juga kawasan Arab tidak ketinggalan, lalu di benua Asia yang
paling banyak berada di India sendiri, kemudian Pakistan dan di Indonesia ada
sekira 500 ribu. Dakwah Ahmadiyah di seluruh dunia adalah menyampaikan
misi yang disyariatkan kepada Yang Mulia Nabi Besar Muhammad Rosulullah SAW,
yaitu mencapai Kemenangan Islam di Akhir Zaman ini, lalu bagaimana Kemenangan
Islam yang di syiarkan oleh Ahmadiyah itu? Syiar Kemenangan Islam itu bukanlah
memenangkan dan merebut sebuah bangunan mesjid, sebidang tanah atau harta
benda. Kemenangan ini bukan melalui sebuah pertempuran yang dimenangkan di
laut, udara atau daratan. Kemenangan ini bukan melalui sebuah peperangan diatas
hamparan gurun Mesopotamia atau pegunungan Afghanistan . Kemenangan ini bukan
kemenangan melawan suatu kelompok tertentu. Bukan, sama sekali bukan! Yang
dimaksud dengan kemenangan Islam ini ialah menaklukkan hati. Yaitu menaklukkan
dan meyakinkan setiap orang agar ia sadar bahwa ia mempunyai Khaliq Sang
Pencipta, yang telah menciptakan orang tersebut supaya menyembah Dia Sang
Pencipta.
Kemenangan ini ialah untuk
melatih seseorang agar belajar tidak mementingkan diri sendiri, agar belajar
bermurah hati dan berbudi luhur, dan kasih sayang. Bagi jemaah Ahmadiyah adalah
suatu keberhasilan atau prestasi jika seseorang telah belajar berkorban demi
kepentingan orang lain (donor darah, donor mata, dll), apabila seseorang telah
merasa simpati kepada orang miskin, kepada orang yang tidak mampu dan kepada
orang sakit, apabila seseorang telah belajar berkorban dan menolong orang lain
siapapun di dunia ini. Apabila ia mempunyai hasrat, ia hanya berhasrat untuk
memohon pengampunan dari Tuhannya. Inilah yang dimaksud dengan kemenangan
Islam.
Jemaah Ahmadiyah melakukan
Jihad yang membawa pesan-pesan perdamaian. Jihad atau peperangan mereka
dilancarkan untuk kebaikan generasi yang akan datang. Peperangan mereka
dilancarkan untuk melawan ketamakkan dan sifat mementingkan diri sendiri.
Peperangan mereka dilancarkan untuk melawan segala bentuk kekejaman, terrorisme
dan kebodohan. Peperangan mereka dilancarkan untuk melawan kemiskinan.
Peperangan mereka semata-mata dilancarkan melawan philosophy perang itu
sendiri, perang melawan hawa nafsu sendiri, dan peperangan ini dilancarkan
untuk mencapai melatih seseorangdengan cara-cara penuh dengan sifat maaf,
penolong dan keunggulan perdamaian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar