Minggu, 12 Juni 2016

PENDIDIKAN DAN STRATIFIKASI SOSIAL



A.    PENGGOLONGAN SOSIAL
Dalam tiap masyarakat orang menggolongkan masing-masing dalam berbagai kategori, dari lapisan yang paling bawah. Dengan demikian terjadilah stratifikasi sosial. Ada masyarakat yang mempunyai stratifikasi sosial yang sangat ketat. Seoorang lahir dari golongan tertentu dan ia tak mungkin meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya dalam suatu kategori merupakan faktor utama yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat ditempuhnya, jabatan yang didudukinya, orang yang dapat dikawininya, dan sebagainya. Golongan yang ketat serupa ini biasanya disebut kasta.
Biasanya penggolongan sosial tidak seketat itu akan tetapi fleksibel dengan batas-batas yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan. Dalam masyarakat yang demikian anak seorang jenderal dapat bekerja sebagai penyanyi di night  club dan kawin dengan putri keturunan bangsawan zaman dahulu.
B.     CARA-CARA MENENTUKAN GOLONGAN SOSIAL
Konsep tentang golongan sosial bergantung pada cara seorang menentukan golongan sosial itu. Adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status di kalangan anggota masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti tiga metode yakni:
1.      Metode obyektif
2.      Metode subjektif
3.      Metode reputasi
Metode obyektif. Stratifikasi ditentukan berdasarkan kriteria objektif antara lain jumlah pendapatan, lama atau tinggi pendidikan, jenis pekerjaan. Biasanya keterangan demikian terkumpul sewaktu diadakan sensus. Menurut suatu penelitian (1954) di Amerika Serikat dokter menempati kedudukan yang sangat tinggi sama dengan gubernur negara bagian. Juga profesor tinggi kedudukannya sama dengan ilmuan (scientist), anggota kongres, Dewan Perwakilan Rakyat. Guru sekolah menempati menduduki tempat yang paling rendah dari kapten tentara, pemain orkes atau kontraktor, akan tetapi lebih tinggi daripada penyiar radio, masinis, polisi. Yang paling rendah kedudukannya ialah tukang semir sepatu.
Metode subyektif. Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat itu. Kepada mereka diajukan pertanyaan : “menurut pendapat saudara termasuk golongan manakah saudara di negara ini, golongan atas, golongan menengah, atau golongan rendah?” Dalam penelitian tahun 1940 diperoleh golongan atas 6%, golongan menengah 88% dan golongan rendah 6%. Golongan menengah angat menonjol, mungkin karena istilah “golongan rendah” agk menyinggung perasaan. Akan tetapi bila golongan rendah dipecah menjadi “golongan pekerja” dan “golongan rendah” maka hasilnya (1945) menjadi golongan atas 3%, golongan menengah 43%, golongan pekerja 51% golongan rendah 1% sedangkan selebihnya tidak tahu (1%) dan tidak percaya akan adanya golongan sosial (1%).
Metode reputasi. Metode ini dikembangakan oleh W. Lloyd Warner cs. Dalam metode ini golongan sosial dirumukan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu. Kesulitan penggolongan obyaktif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang nyata tentang golongan sosial masing-masing.
Oleh sebab itu W.L. Warner mengikuti suatu cara yang realistis yakni memberiakan kesempatan kepada orang dalam masyarakat kepada orang dalam masyarakat itu sendiri untuk menentukan golongan-golongan mana yang terdapat dalam masyarakat itu lalu mengidentifikasi anggota masing-masing golongan itu. Warner cs banyak menggunakan teknik oprasional ini tanpa sebenarnya merumuskan dasar-dasar diferensiasi penggolongan itu. Metode ini tidak menghiraukan dasar teoritis bagi penggolongan dan berusaha menentukan stratifikasi sosial seperti yang terdapat dalam interaksi yang nyata dikalangan penduduk dengan dasar pikiran bahwa merekalah yang sesungguhnya mengenal golongan itu dalam kenyataan. Metode penggolongan ini tidak dimaksud untuk mencari perbedaan status atau kekuasaan. Orang dalam masyarakat lain mungkin akan mengadakan stratifikasi sosial yang berbeda dengan menggunakan dasar yang berlainan. Dengan sendirinya sukarlah mengadakan perbandingan stratifikasi sosial antara berbagai macam masyarakat.
Penelitian lain menggunakan berbagai kriteria sosial ekonomi untuk membedakan berbagai golongan sosial seperti jabatan, jumlah dan sumber pendapatan, tingkat pendidikan, agama, jenis dan luas rumah, lokasi rumah, asal keturunan, partisipasi dalam kegiatan organisasi, dan hal-hal yang lain berkaitan dengan status sosisal seseorang. Tidak ada satu metode yang secara umum berlaku bagi masyarakat yang berbeda-beda. Rumah yang bagus, pendapatan yang banyak bagi orang desa belum tentu dianggap rumah bagus atau pendapatan banyak di kota dan sebagainya. Dalam masyarakat pedesaan sering sukar menentukan stratifikasi sosial yang jelas. Dalam masyarakat lain dapat dibedakan dua golongan atau lebih yang jelas perbedaannya. Mungkin juga akan diperoleh penggolongan sosial yang berbeda-beda dalam masyarakat yang sama bila digunakan kriteria yang berlainan.
Dalam menganalisis masyarakat Warner menemukan enam golongan yakni “upper-upper, lower-upper, upper-middle, lower-middle, upper-lower, lower-lower”. Jadi dapat dibedakan golongan atas, menengah, dan bawah dan tiap golongan terbagi pula dalam dua bagian yakni bagian atas dan bawah sehingga terdapat enam golongan. Besar tiap kelompok tidak sama. Biasanya golongan paling atas kecil jumlah anggotanya, misalnya terdiri atas keturunan feodal atau yang kaya-raya, yang sangat di hormati, sedangkan golongan rendah pada umumnya besar jumlahnya dan lazim disebut “orang kebayakan”.
Stratifikasi sosial dalam masyarakat kita di indonesia jelas tampak pada zaman feodal dan kolonial, antara lain berdasarkan keturunan. Setelah kita merdeka terbentuk stratifikasi lain berdasarkan kedudukan, sumber pendapatan, pendidikan, dan lain-lain. Keberatan yang diajukan terhadap metode yang digunakan oleh W.L. Warner antara lain (1) Metode itu hanya dapat digunakan bila masyarakat itu kecil sehingga masing-masing saling mengenal. Di kota yang besar dengan penduduk yang banyak di mana orang tidak kenal-mengenal, metode ini tidak berlaku. (2) Dianggap bahwa metode ini tidak menggambarkan struktur stratifikasi sosial yang sebenarnya dalam masyarakat kecil akan tetepi menurut pandangan golongan menengah dan atas yang digunakan sebagai informan utama. Apakah golongan rendah akan mengakui adanya enam lapisan sosial dan bukan hanya tiga atau empat? Keberatan ke (3) ialah bahwa metode ini tidak cermat dan tiadak akan memberikan hasil yang sama bila di tetapkan oleh peneliti lain.
C.     GOLONGAN SOSIAL SEBAGAI LINGKUNGAN SOSIAL
Golongan sosial sangat menentukan lingkungan sosial seseorang. Pengetahuan, kebutuhan dan tujuan, sikap, watak seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Sistem golongan sosial menimbulakan batas-batas dan rintangan ekonomi, kultural dan sosial yang mencegah pergaulan dengan golongan-golongan lain. Manusia mempelajari kebudayaannya dari orang lain dalam goloangan itu yang telah memiliki kebudayaan itu. Maka oarang dalam golongan sosial tertentu akan menjadi orang yang sesuai dengan kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan untuk memesuki lingkungan sosial lain. Golongan sosial membatasi dan menentukan lingkungan belajar anak.
Bila kita menghadapi orang yang belum kita kenal kita berusaha mengetahui golongan sosialnya agar dapat menentukan hingga berapa jauh kita dapat bersikap akrab kepadanya.
Orang yang termasuk golongan sosial yang sama cenderung untuk bertempat tinggal di daerah tertentu. Orang golongan atas akan tinggal di daerah elite karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal di sana.
Orang akan mencari pergaulan di kalangan yang dianggap sama golongan sosialnya. Namun demikain ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan sosial.
D.    TINGKAT PENDIDIKAN DAN TINGKAT GOLONGAN SOSIAL
Dalam berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang dipergunakan oleh seseorang digunakan sebagai indeks kedudukan sosialnya. Menurut penelitian yang memeng terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan sepenuhnya berdasarkan pendidikannya, namun pendidikan tinggi bertalian erat dengan kedudukan sosial yang tinggi. Ini tidak berarti bahwa pendidikan tinggi dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi oleh sebab anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya sampai perguruan tinggi. Orang yang termasuk golongan sosial atas beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orangtua, jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing tentang golongan sosialnya, dan lambang-lambang lain yang berkaitan dengan status sosial ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak. Orangtua yang berkedudukan tinggi, yang telah bergelar akademis, yang mempunyai pendapatan besar tinggal di rumah gedung besar di daerah elite, merasa dirinya termasuk golongan sosial atas, mempenyai mobil mercedes serta TV berwarna lengkap dengan video-tape dapat diharapkan akan mengusahakan  agar anak nya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya anak yang orang tuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan mengumpulkan putung rokok, tinggal di gubuk kecil di tepi rel kereta api dan harus jalan kaki, tak dapat diharapkan akan berusaha agar anaknya menikmati pendidikan tinggi.
Pada tingkat SD belum tampak pengaruh perbedaan golongan sosial, apalagikalau kewajiban belajar mengharuskan semua anak memesukinya, akan tetapi pada tingkat Sekolah Menengah, apalagi pada tingkat Pendidikan Tinggi lebih jelas tampak pengaruh perbedaan golongan sosial itu. Perbedaan persentase anak-anak golongan yang berbeda atau berpangkat makin meningkat dengan bertambah tingginya taraf pendidikan dan usia pelajar. Sebagian besar dari mahasiswa yang memasuk ITB anak pegawai dan ABRI.
Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orang tua tentang pendidikan anaknya, sudah selayaknya orang tua yang berada mengharapkan agar anaknya kelak memasuki perguruan tinggi. Soalnya hanya universitas mana dan jurusan apa di samping tentunya kemampuan dan kemauan anak. Sebaliknya orang tua yang tidak mampu tidak akan mengharapkan pendidikan yang demikian tinggi. Cukuplah bila anak itu menyelesaikan SD, paling-paling SM. Ada kalanya anak itu sendiri mempunyai kemauan keras untuk melepaskan diri dari pendirian lingkungan dan berusaha sendiri dengan segenap tenaga untuk melanjutkan pelajarannya ke Perguruan Tinggi. Syukur bila ia berbakat, sanggup kerja sambil belajar dan dapat memperoleh beasiswa.
Faktor lain yang menghambat anak-anak golongan rendah memasuki Perguruan Tinggi ialah kurangnya perhatian akan pendidikan di kalangan orangtua. Banyak anak-anak yang putus sekolahnya karena alasan finansial. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan ekstra-kurikuler, dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar