Minggu, 12 Juni 2016

FUNGSI MAJELIS TAKLIM DI TENGAH PESATNYA PEMBANGUNAN



Pembangunan nasional menuntut partisipasi seluruh rakyat serta sikap mental, semangat, ketaatan , dan di siplin para penyelenggara negara seluruh rakyat indonesia.
Majelis taklim sebagai lembaga pendidikan agama islam nonformal yang jumlahnya puluhan ribu, tersebar di wilayah pedesaan dan perkotaan seluruh indonesia. Majelis taklim merupakan salah satu sentral pembangunan mental keagamaan di lingkungan masyarakat yang berbeda statifikasi sosiokulturalnya.
Berkembangnya majelis – majelis taklim itu, partama – tama bersumber dari swakarsa dan kepercayaan masayarakat berkat motivasi agamanya kemudian berkembang terus seiring dengan tuntutan pembangunan.
1.      Peranan Majelis Taklim
Bila dilihat struktur organisasinya, majelis taklim termasuk organisasi pendidikan luar sekolah (nonformal)  yang bercirikan khusus keagamaan islam. Bila dilihat dari segi tujuan, majelis taklim adalah termasuk lembaga atau sarana dakwah islamiyah yang dapat mengatur dan melaksanakan kegiatan- kegiataannya. Dilihat dari segi historis, sejak zaman Rasulullah saw. Pada zaman itu muncullah berbagai jenis kelompok pengajian sukarela, tanpa bayaran, yang disebut halaqah yaitu kelompok pengajian di Masjid Nabawi atau Al-Haram.[1]
Kalangan muslim yang ingin mendalami ilmu pengetahuan tasawuf (mysticism), di sudut-sudut masjid Nabawi dan Al-Haram terdapat majelis pengajian yang disebut zawiyah. Rasulullah sendiri juga menyelenggarakan sistem taklim secara periodik dirumah sahabat Arqam di Mekah di mana pesertanya tidak dibatasi oleh usia, lapisan sosial ataupun ras. Dikalangan anak-anak pada zaman itu juga dikembangkan kelompok pengajian khusus yang disebut al-kuttab yang mengajarkan baca Al-quran.
Karena itu jika dilihat dari segi strategi pembinaan umat , dapat dikatakan bahwa Majelis-Majelis taklim merupakan wadah /wahana daqwah islamiah yang murni institusional keagamaan. Sebagai institusi keagamaan islam, sitem majelis taklim adalah built-in (melekat) pada agama islam itu sendiri.
Karena merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah dan tabligh yang islami coraknya, Majelis Taklim berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat islam sesuai tuntunan ajaran agama. Sehingga menjadikan umat islam sebagai ummatan wasathan yang diteladani umat kelompok lain. Untuk tujuan itu , pemimpinya harus berperan sebagai petunjuk jalan kearah pencerahan hidup islami yang membawa kepada kesehatan mental rohaniah dan kesadaran fungsional selaku kholifah di buminya sendiri. Bagi umat islam Indonesia adalah bumi Indonesia yang sedang membangun peranan fungsional Majelis Taklim adalah mengokohkan landasan hidup manusia indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual keagamaan islam.[2]
2.      Tantangan Modernisasi Kehidupan Manusia
Masyarakat saat ini sedang dihadapkan pada berbagai tantangan baru yang bersumber pada gagasan apa yang disebut modernisasi. Dan Mujaddid  adalah pembaru dalam pemikiran dan sikap serta cara menghayati dan memahami serta menginterprestasikan ajaran Islam sehingga mampu menerapkan ajaran agama sesuai dengan sumber aslinya(Al-Qur’an dan As-sunnah) bagi kepentingan kemajuan hidup umat islam didunia yang menyejahterakan dan membahagiakan. Tanpa menjiplak kemajuan barat sebenarnya islam mampu menjadikan umat islam maju dalam tekhnologi seperti yang saat ini dialami bangsa barat.
Pembaru-pembaru lainya senada mengimbau umat islamagar berijthat dalam memahami ajaran pokok agama, sehingga umat islam dengan menaati ajaran agamanya menjadi maju atau modern. Jika umat islam meninggalkan ajaran agamanya akan terperangkap dalam keterbelakangan , kemunduran , kemiskinan , serta kebodohan dan sebagainya.
Jadi setiap memahami dan menghayati ide-ide modernisasi dari luar yang membawa nilai-nilai sekuler itu harus dapat diseleksi ajaran agamanya. Sehingga tidak berdampak merusak terhadap nilai-niai religius yang telah mapan di bumi kita.
Jadikan ajaran agama sebagai sumber yang positip untuk semangat pembaruan hidup  yang menyejukkan hati dan menyegarkan pikiran yang kreatif.


[1] Prof. H. Hazayyin arifin, M,Ed. Kapita Selekta Pendidikan Islam, PT Bumi Aksara, Jakarta. Hlm 80
[2] Ibid hlm 81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar