Minggu, 12 Juni 2016

Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia



Makna Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Presiden Soekarno pernah mengatakan “Jangan pernah sekali-kali meninggalkan sejarah”. Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan konsepsi dan cita-cita. Sejarah Pancasila Bangsa Indonesia di antaranya yaitu:

1.      Era Pra-kemerdekaan
Di era ini terdapat sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan dari tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muhammad Yamin mengusulkan calon rumusan dasar Negara Indonesia sebagai berikut:
1.      Peri kebangsaan
2.      Peri kemanusiaan
3.      Peri ketuhanan
4.      Peri kerakyatan
5.      Peri kesejahteraan rakyat
Selanjutnya pada tanggal 30 Mei 1945 prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori negara yaitu:
1.      Teori Negara perseorangan (individualis)
2.      Paham Negara kelas
3.      Paham Negara integralistik

Kemudian disusul oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 juni 1945 yang mengusulkan lima dasar Negara yaitu:
1.      Nasionalisme (kebangsaan Indonesia)
2.      Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3.      Mufakat (Demokrasi)
4.      Kesejahteraan sosial
5.      Ketuhanan Yang Maha Esa

2.      Era Kemerdekaan
Dimana era ini sehari setelah bom atom dijatuhkan oleh Amerika Serikat dikota Hirosima, BPUPKI berganti nama menjadi PPKI. Dan pada bom atom yang kedua dijatuhkan dikota Nagazaki yang membuat Jepang menyerah. Peristiwa inipun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 melalui perundingan antar golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi. Isi proklamasi kemerdekaan tangga 17 Agustus 1945. Piagam ini berisi garis-garis pembrontakan melawan imprealisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia.
Piagam jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Awal dekade 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah perbedaan perspektif yang dikelompokan dalam dua kubu. Peratama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-siadang BPUPKI dan PPKI.

3.      Era Orde Lama
Pada masa orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajam nya konfik ideologi. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Namun, kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidan konstituante.
Kejadaian ini menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, Yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden tanggal 5 juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka Dekrit Presiden tersebut berisi:
1.      Pembubaran konstituante
2.      Undang-undang dasar 1945 kembali berlaku
3.      Pembentukan majelis permusyawaratan rakyat sementara

4.      Era Orde Baru
Orde baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari Pancasila. Setelah lengsernya Ir.Soekarno sebagai presiden, selanjutnya Jendral Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini.
Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekat kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, presiden soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan”.
Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebgai dasar negara, yaitu:
1.      Ke-tuhan-an yang maha esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwkilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.



5.      Era Reformasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini orde Reformasi, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain.
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara, dalam kenyataanya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasiaonal, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yng di pelopori oleh mahasiswa, cendikiawan dan masyarakan sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya “reformasi” disegala bidang politik, ekonomi dan hukum.
Pada zaman Reformasi Pancasila sebagai Ideologi Yang Reformasi, Dinamis dan Terbuka. Sebagai suatu paradigma Reformasi, Pancasila merupakan model atau pola berpikir yang mencoba memberikan penjelasan atas kompleksitas realitas sebagai manusia personal dan komunal dalam bentuk bangsa selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan, “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undan-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945”.
Selain TAP MPR dan berbagai aktifitas untuk mensosialisasikan kembali pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adi dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-Undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini penekanan nya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Dengan menjadikan Pancasila sebagai landasan dan pandangan hidup, diharapkan tujuan pendidikan pancasila akan dapat terwujud. Masyarakat Indonesia yang memahami Pancasila dengan baik, mereka tidak hanya mengetahui makna Pancasila, mereka juga harus memahami dengan benar dan menjalankannya dengan sebaik-baik mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar