Minggu, 12 Juni 2016

Perbandingan Mazhab (muqaranah mazahib)



A.                        Pengertian
Perbandingan mazhab dalam bahasa arab disebut muqaranah al-mazahib Kata muqaranah [1] menurut bahasa, berasal dari kata kerja qarana-yukarinu muqaranatun yang mempunyai arti mengumpulkan, membandingkan, dan menghimpun. Sedangkan muqaranah mazhab sendiri adalah mengumpulkan pendapat para imam mujtahid dengan dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan padanya, kemudian membandingkan dalil-dalil itu satu sama lainnya, agar nampak setelah dimunaqasyahkan pendapat mana yang terkuat dalilnya. Jadi muqaranah mazhab adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha’ (mujtahidin) beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati, maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Mujtahidin untuk menemukan pendapat yang paling kuat dalilnya.
Dikalangan umat islam ada empat mazhab yang paling terkenal, Mazhab Hanafi (80 – 150 H), Mazhab Maliki (93 – 179 H), Mazhab Syafi’I (150 – 204 H), dan Mazhab Hambali (164 – 241 H).
Adapun bahasan objek ilmu perbandingan mazhab adalah membandingkan, baik permasalahannya, maupun dalil-dalilnya. Sedangkan yang menjadi sasaran permasalahannya atau ruang lingkup bahasannya adalah sebagai berikut:
1.              Hukum-hukum amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih
diperselisihkan antara para mujtahid, dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.
2.              Dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh para mujtahid, baik dari al-Quran maupun as-Sunnah, atau dalil-dalil lain yang diakui oleh syara’.
3.              Hukum-hukum yang berlaku di Negara tempat Muqarin hidup, baik hukum nasional maupun hukum positif, maupun hukum internasional. Dari sedikit pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah muqaranah mazahib [2] (perbandingan mazhab) bukanlah masalah yang mudah, karena disamping harus mengetahui dalil-dalil yang dipedomani mujtahidin juga harus mengetahui cara mereka mengistinbath hukum.

B.     Perkembangan Perbandingan Mazhab [3]
Kalau kita memperhatiakn metode penulisan fikih islam semenjak dahulu sampai hari ini ada beberapa metode dan diantaranya:
1.      Metode Fikih Mazhab. Yang dimaksudkan dengan metode fikih mazhab ini dimana para fukaha dalam menghimpunkan dan menulis fikih hanya terbatas pada satu mazhab saja, tidak menyinggung pendapat dalam mazhab yang lain. Metode penulisan yang seperti ini dapat dillihat dalam “Al Um” yang ditulis oleh Imam Syafei, yang merupakan pandangan-pandangan beliau dalam masalah fikih.
2.      Metode Mazahib. Dalam metode ini para fukaha bukan saja menulis berdasar pandangan satu mazhab saja, namun mereka kemukakan juga pendapat-pendapat dari mazhab yang lainnya, namun dalam mengemukakan pendapat itu tidak disinggung-singgung dalil dimana pendapat itu terambil. Sebagai contoh penulisan fikih dalam metode ini dapat dilihat dalam “Kitab Al Fiqhi Alal Mazahibil Arbaah” oleh Abdul Wahab Khalaf, dan “Kitabul Fiqhi Alal Mazahibil Arbaah” oleh Abdurahman Al Jariry.
3.      Metode Muqaratul Mazahib. dalam metode ini para fukaha berusaha untuk mencari masalah yang diperselisihkan para fukaha, dan dalam mengemukakan pendapat-pendapat dari berbagai mazhab diikuti dengan sandaran dari pendapat-pendapat itu, kemudian dikemukakan pula kritik dari pendapat-pandapat lain, dengan demikian barulah nyata pendapat yang terkuat dalilnya. Metode ini dapat dilihat dalam kitab “Muqaranatul Mazahib Fil Fiqhi” oleh Mahmud Muhammad Syaltut dan Muhammad Ali Sais, dan kitab “Mujaz Fil Fiqhil Islamy Al Muqarin” oleh Abdus Sami Ahmad Imam dan Muhammad Abdul Latif Syafe’i.

C.    Kewajiban Muqarin (Pelaku Muqaranah Mazahib)
Melakukan muqaranah terhadap ijtihad atau pendapat para imam mazhab adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah, oleh sebab itu tidak semua orang dapat melakukannya, karena studi perbandingan ini akan menentukan sikap setelah menilai pendapat setiap mazhabnya, [4] untuk mengambil pandapat mana yang lebih relevan dan lebih kuat argumentasinya. Tugas ini menghendaki agar si muqarin itu hendaklah memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan pandangan yang obyektif disertai pengambilan pendapat mazhab yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atas kebenaran pendapat itu kepada mazhab yang diperbandingkan.
Disamping itu juga perlu didasari oleh sikap toleransi dan obyektivitas serta kesadaran akan tanggung jawabnya. Karena itu, seorang muqarin harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Memiliki sifat teliti dalam mengambil mazhab dari kitab-kitab fiqih mu’tabar dan benar-benar dikenal, bahwa pendapat itu memang benar pendapat ashhab al-mazahib. Kemudian hendaknya mengambil dari pendapat mazhab tersebut yang terkuat dalilnya dan tidak mengambil yang lemah dalilnya supaya mudah menolaknya.
2.      Mengambil dan memililh dalil-dalil yang terkuat dari setiap mazhab serta tidak membatasi diri pada dalil yang lemah dalam menyelesaikan suatu masalah.
3.      Memiliki pengetahuan tentang ushul dan qaidah yang dijadikan dasar oleh setiap mazhab dalam mengambil dan menentukan hukum (thuruq al-istinbath). Hal ini perlu, agar ia mengetahui betul latar belakang pandangan mereka dalam menentukan hukum dari dalil-dalil yang dijadikan dasar oleh mazhab yang akan dibandingkan itu.
4.      Mengetahui pendapat-pendapat ulama yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih disertai dalil-dalilnya dan harus pula mengetahui cara-cara mereka beristidlal dan dalil-dalil yang mereka jadikan pegangan.
5.      Hendaklah muqarin setelah mendiskusikan pendapat mazhab-mazhab tersebut dengan dalil-dalilnya yang terkuat, mentarjih salah satunya secara obyektif, tanpa dipengaruhi oleh pendapat mazhabnya yang sudah terbiasa dia pegang (anut). Ini dimaksudkan, agar kesimpulan yang diambilnya itu benar-benar adil, tanpa dipengaruhi apapun, selain demi kebenaran dan keadilan semata.

D.    Tujuan Dan Manfaat Mempelajari Perbandingan Mazhab (muqaranah mazahib) [5]
Adapun tujuan dan manfaat mempelajari perbandingan mazhab antara lain sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam mazhab (para imam mujtahid) dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan-alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara-cara istinbath hukum dari dalilnya oleh mereka. Dengan mempelajari dalil-dalil yang digunakan oleh para imam mazhab tersebut dalam menetapkan hukum, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab [6] akan mendapatkan keuntungan ilmu pengetahuan secara sadar dan meyakinkan akan ajaran agamanya, dan akan memperoleh hujjah yang jelas dalam melaksanakan ajaran agamanya, sehingga ia tergolong kedalam kelompok orang yang disebut dalam al-Quran surat yusuf ayat108 sebagai berikut:
Artinya :
“inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S Yusuf: 108).
2.      Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yang digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid) dalam mengistinbath hukum dari dalil-dalilnya, dimana setiap imam mujtahid tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil Al-Quran atau As-Sunnah. Sebagai hasil dari cara ini, orang yang melakukan studi tersebut, akan menjadi orang yang benar-benar menghormati semua imam mazhab tanpa membedakan satu dengan lainnya, karena pandangan dan dalil yang dikemukakan masing-masing pada hakikatnya tidak terlepas dari aturan-aturan ijtihad. Maka sepantasnyalah orang yang mengikuti (bertaklid) kepada salah satu imam mazhab itu mengikuti pula jejak dan petunjuk imamnya dalam menghormati imam lain.
3.      Dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui, bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari nushush al-Quran dan sunnah dengan perbedaan interpretasi, atau mereka mengambil qiyas, maslahah mursalah, istishab, atau prinsip-prinsip umum dalam nash-nash syari’at islam dalam menyelesaikan persoalan yang ada dalam masyarakat, baik ibadah maupun mu’amalah, yang dalil-dalil ijtihad itupun digali dari nash-nash al-Quran dan sunnah rasul.dengan demikian orang yang melakukan studi perbandingan mazhab tersebut akan memahami, bahwa perbuatan dan amalan sehari-hari dari pengikut mazhab lain itu, bukan diatur oleh hukum di luar islam, karena itu mereka tidak mengkafirkannya. Disamping itu, mereka akan mengetahui bahwa tidak benar-benar bahwa anggapan sebagian orang yang mengatakan, bahwa apa yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih itu, seluruhnya hanya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Timbulnya anggapan semacam ini adalah akibat kurangnya pengetahuan dan penghayatan terhadap prinsip-prinsip syariat islam.padahal, sebenarnya diantara isi kitab-kitab fiqih itu ada yang sudah tidak relevan dengan kondisi dimana kita hidup dewasa ini. Selain itu, jika diperhatikan dan dipelajari secara teliti dan mendalam, akan didapatkan suatu pengertian dan pengetahuan, bahwa kebanyakan isi kitab fiqih itu adalah masalah ijtihadyah sebagai hasil pemahaman ulama terhadap nash-nash al-Quran dan sunnah.

E.     Hukum Mengamalkan Hasil Perbandingan Mazhab (Muqaranah Mazahib)
Hukum melakukan studi perbandingan mazhab [7] untuk mendapatkan dalil yang terkuat dan mengamalkan hasilnya adalah wajib. Meskipun sebagian ulama muta’akhirin berpendapat, bahwa mengamalkan hasil muqaranah akan mengakibatkan perpindahan mazhab atau talfiq dan tidak dibenarkan. Pendapat itu dianggap lemah, karena tidak berdasarkan dalil yang kuat. al-Quran dan as-Sunnah tidak melarang untuk pindah mazhab atau talfiq.
Hasil studi perbandingan yang baik adalah mengamalkan apa yang menurut muqarin paling kuat dalilnya, baik bagi sisi muqarin sendiri, maupun bagi orang yang melakukan studi perbandingan, atau yang sedang meneliti dalil-dalil yang terkuat untuk masalah tertentu.
Hukum yang didapat dari hasil perbandingan itu adalah merupakan hasil penelitian obyektif dan terkuat dalilnya, oleh sebab itu wajib mengamalkannya. Akan tetapi islam tidak mewajibkan umatnya untuk bertaklid dan mengikat diri pada pendapat suatu mazhab, melainkan memerintahkan untuk mengikuti hukum-hukum yang diambil dari sumbernya yang kuat.


F.     RUANG LINGKUP BAHASAN MUQARANAH AL-MAZHAB
Karena bidang garapan ilmu ini menyangkut perbandingan ushul fiqih, [8] maka ruang lingkup bahasannya memfokuskan daripada dasar-dasar atau landasan yang digunakan oleh berbagai mazhab dalam melakukan istinbat hukum.
Sebagai telah disinggung, di muka, bahwa dari mazhab-mazhab hukum yang berkembang dan dianut oleh masyarakat islam, ternyata mereka mempunyai cara-cara yang berbeda dalam melakukan istinbat hukum.
Perbedaaan  istinbat ini meliputi berbagai segi, seperti sistem istinbat dan sistematika sumber yang digunakan, posisi Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber dan dalalahnya, pemahaman tentang lafaz nash dan karakteristiknya, penggunaan dalil selain nash - Al-Qur’an Sunnah dan kedudukannya dalam istinbat hukum, maslahah mursalah dan tarjih serta ta’wil.
Kesemua unsur yang disebabkan ini dapat disebut dengan Ushul Mazahib Fil Istinbat Al-Ahkam (pokok-pokok pegangan mazhab-mazhab dalam istinbat hukum).
Hasbi Ash Shidqi,[9] dalam bukunya, Pokok-Pokok Pegangan Imam-imam Mazhab Dalam Membina Hukum Islam. Telah menceritakan dengan panjang lebar, tentang sistem istinbat berbagai mazhab hukum serta perbedaan satu sama lainnya. Demikian pula Muhammad Ali as-Sayis,[10] telah menguraikan secara detail corak dan perbedaan metode berbagai mazhab dalam melakukan istinbat hukum.
Dengan kata lain, ruang lingkup bahasan Muqaranah Mazahib Fil Ushul adalah menyangkut aspek metodologi atau cara-cara yang ditempuh oleh berbagai mazhab dalam mengistinbatkan hukum serta perbedaan-perbedaan satu sama lainnya.


[1] Luis Ma’luf, Al-Munjid. Beirut-Lebanon, Dar-al-Masyriq, Cet. XXX, 1986 hal 625.
[2] Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab , Logos, Jakarta, 1997, hal. 83.
[3] H.M. Asywadie Syukur, Lc, Perbandingan Mazhab, Bina Ilmu, Surabaya, 1994, hal. 49
[4] K. H. Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Mazhab, Darul Ulum Press, Jakarta, Hal. 23
[5] Ibid., hal. 12-16

[6] Perbandingan Mazhab Dalam Masalah Fiqh. Diterjemahkan oleh Ismuha, Jakarta; Bulan Bintang, 1978 Hal. 10.
[7] K. H. Wahab Afif, Pengantar Studi Perbandingan Mazhab, Darul Ulum Press, Jakarta, Hal. 23
[8] Perbandingan Ushul Fiqih, terjemahan oleh Ismuha, Jakarta: Bulan Bintang, 1978. Hal. 20.
[9] Hasbi Ash Shidqi, menguraikan dalam bukunya berbagai bentuk cara istinbat hukum dan sistematika sumber dalil dari mazhab-mazhab hukum serta perbedaan satu sama lainnya, perbedaan cara pemahaman nash, dan pengaruhnya pada ketentuan-ketentuan yang dihasilkan. Buku dengan judul Pokok-Pokok Pegangan Imam-Imam Mazhab Dalam membina Hukum Islam, ini terdiri dari dua jilid, untuk pertama kalinya diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang. Jakarta, 1973.
[10] Lebih lanjut dalam Ali as-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islami, Kairo; Maktabah Wa Matba’ Muhammad Ali-Sabih Wa Auladuh, t.t. Halaman 91-110.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar